jepret :)

0
COMMENTS

chha ' faricha ' art .:D

sepotong cerpen ku :) # TUGAS :D

0
COMMENTS
 AKU, KAMU ADALAH SAUDARA J
Oleh : UMI FARIHATUL M( XII IPA 4)
Pagi itu tampak matahari menghangati bumi. Semilir angin pun sepoi-sepoi menyapa, namun karena perjalananku kemarin darI Mojokerto- Semarang yang membuat mataku tampak lelah, badan bau, dan rambutpun tak karuan. Aku berusaha membuka kelopak mataku untuk mengambil sebuah boneka beruangku yang jatuh dari tempat tidurku. Tiba tiba mama masuk sambil membawa segelas susu dan sepotong roti.
            “ Bangun nak, sudah pukul 11.00“ kata mama berusaha membangunkanku
“ ah mama..., masih capek , masih ngantuk juga nih!”
            “ Katanya mau pergi ke Jogja cepet mandi sana, sudah ditunggu dengan adek sepupu kamu” pinta mama sambil berlalu
            Akihrnya dengan malas aku bangun dan menyantap sepotong roti sambil berjalan ke kamar mandi. Setelah mandi, aku menyempatkan memilih baju yang sesuai dan memilih buku harianku yang akan aku bawa nanti.
            “Maa, aku berangkat”
“ iya sayang, hati- hati dijalan. Jalan Jogjakarta – Semarang macet “
            “ iya maa’’ teriakku sambil berlalu
            Pada  sepotong siang saat matahari mengerang, aku duduk diam menunggu di bawah pohon beringin yang daunnya mulai berjatuhan, ditemani es kelapa muda yang menyegarkan tenggorokanku. Mungkin dia ada dalam perjalanan, pikirku. Angkutan umum berlalu lalang melewati aku yang mematung disitu. Sengaja aku lirik jam tangan berwarna merah bata yang melingkar di tangan kiriku. Pukul 14.30 dan dia belum juga menampakkan batang hidungnya. Bayangkan ! Jogjakarta saat itu panas sekali dan berkali-kali kuusap keringat yang menetes dari keningku. Kembali ku lirik jam tanganku. Pukul 14.31. Ah lama sekali ! batinku. Memang saat sedang menunggu, semenit saja terasa begitu lama .
            Beberapa menit kemudian saat aku sibuk memencet tombol handphone, sebuah sepeda motor vixion merah itu menghampiriku. Dan pengendara itu membuka helmnya
            “ Hai “ tegurnya dengan senyuman yang manis   
"Eh, Adek Afif “ jawabku sambil terbangun dari tempatku menunggu
Pria itu turun dari sepeda motornya, menghampiri aku yang tersenyum malu., Sambil mengulurkan tangan, dia mengerlingkan matanya, menatapku. Aku membalas uluran tangannya, lalu beberapa detik kami saling bertatapan, saling menyorot mata dalam-dalam. Aku tersadar dari momentum yang hampir membuat kami berdua terlamun, setelah bersalaman cukup lama, aku melepas tangannya.
“ini Dek, es kelapa nya , tadi sengaja aku pesenin dua. Tapi maaf tidak sedingin yang tadi.“ ucapku dengan perasaan grogi.
“Iya, Mbak sepupuku. Makasih ya. Kamu udah lama po nunggu aku tadi? Maaf yo." nada penyesalan terdengar melalui ucapannya, dia tertunduk.
"oh, rapopo, Dek . . Haha teko tenan to." aku menghiburnya melalui perkataanku, lalu dia tersenyum kecil dan menatapku.
Adek sepupuku itu mulai melepas jaketnya yang ia pakai sejak mengendarai motor itu. Aku pun sibuk melihat lalu lalang kendaraan di depan jalan veteran itu.
“buatmu!” ucapnya yang mengagetkanku. Setangkai bunga mawar berwarna putih dan terselip sebuah kertas kecil.
“ loh ? beneran buatku ? ini ada suratnya ” tanya ku sambil tersipu malu
“ iya buat kamu. Maaf ya aku telat datang hanya untuk mencari mawar putih ini untukmu” jawabnya
“oh, iya Dek, gak apa apa. Makasih banyak buat mawarnya”
Kami mulai membiacarakan banyak hal, mulai dari cerita kuliahnya dia, cerita perjalananku dari Semarang ke Jogjakarta sambil berjalan. Jogjakarta seketika itu tak terasa panas lagi. Angin berhembus memainkan rambutnya. Jam tanganku mulai menunjukkan pukul 16.30. entah mengapa waktu terasa begitu cepat berlalu .
“ Dek, sudah sore, aku harus pulang “
“ kok cepet banget mbak ? gak mampir kerumah ku po ?”
“ sudah 2 jam aku disini Dek “
“ Kamu pulang sendirian?” tanya nya sambil memegang tanganku
“ hm, aku bawa motor. Tapi aku akan dijemput sama Pakde Firly.”
“ emang Pakde dimana Mbak ?”
“ itu ada di jalan Benteng Dek.”
“ jadi sejak tadi kita diperhatikan. Hahaha.. ” ucapnya sambil tertawa.
“ya sudah Mbak, ayo aku antar ke Benteng, suratnya dibaca dong Mbak ” pintanya sambil menarik tangannku.
“ eh, iya sampai lupa aku Dek,”
Dengan perlahan aku membuka amplop berwarna hijau muda dan mulai membacanya. Begitu aku memcermati isinya, ternyata di dalam surat itu bertuliskan ‘AKU SAYANG KAMU’. Tiga kata itu yang membuatku begitu terkejut setelah selesai membaca surat itu. Aku hampir tidak percaya dengan isi surat tersebut.
“Apa maksud dari surat itu Dek?” tanyaku masih sedikit terkejut
“hm..maksud aku ya itu Mbak...” jawabnya tanpa sedikit bersalah
“ya iyalah Dek, masak sama saudara sendiri gak sayang, gimana sih...”jawabku sekenanya
“maksud aku...aku itu sayang sama Mbak lebih dari sekedar saudara” ucapnya enteng
“ha? ya gak mungkinlah Dek, kamu tau sendiri kan kalau kita itu bersaudara!” seruku
“aku ngerti Mbak, kalau kita saudara tapi rasa sayang itu muncul secara tiba-tiba dan tak bisa aku pungkiri bahwa aku ingin Mbak selalu ada di dekatku” jelasnya
Aku terdiam sesaat. Semilir angin saat itu mendukungku untuk menyangkal apa yang Adek sepupuku bilang. Aku berusaha mencerna pernyataan yang telah dijelaskannya.
“ kok bisa sih Dek ?”
“ itulah yang aku rasakan saat ini kepada Mbak”
“ ya sudahlah Dek, ini sudah sore. Bentar lagi juga maghrib. Aku pulang ke Semarang dulu.” Potongku sambil berlalu
Tak terasa air mataku jatuh ke pipi. aku membalikkan badanku agar tidak diketahui bahwa aku menangis.
“ Mbak? Mbak marah ya? .” tanyanya sambil menarik tanganku
            “ Oh, enggak Dek.” jawabku sambil mengusap air mata yang menetes dipipiku
            “ Ya sudahlah Mbak, aku antar ke Pakde Firly. Sudah sore juga.”
            Sambil menggenggam tanganku erat, aku dan dia berjalan ke jalan Benteng .
            “ Aku pulang dulu Dek “ ucapku dengan nada rendah
            “iya Mbak. Ati-ati yo. Ngapunten Mbak.” ucapnya dengan raut penyesalan.
            Dengan cepat waktu itu berlalu. Sesampai di Semarang aku langsung merebahkan tubuhku di kamar sambil termenung dan akhirnya tertidur lelap. Singkat cerita, Adek sepupuku mengikutiku ke Semarang. Dengan wajahku yang sembab. Rambut acak-acakan. Pakai baju babydoll merah aku menemui adek sepupuku.
            “ wajah kamu kusut banget Dek. Habis nangis po ?” tanya ya bingung
            “ hehehe.. gak apa-apa. Mau main kemana?”
            “ aku mau mengajak kamu melihat indahnya malam ini di Jogjakarta. “
            “iya. Aku cuci muka dan ganti baju dulu”
            Sambil menguap aku berjalan ke kamar. Dan aku baru ingat bahwa malam ini adalah malam minggu. Sesudah ganti baju.
            “ Aku sudah siap Dek”
            “Mbak cantik “ pujinya
            Aku pun tersipu malu. Kami pun beranjak pergi. Benar katanya, malam itu adalah malam terindah yang pernah aku lalui. Ditemani dengan bintang yang berkilauan. Dinginnya angin malam menyelimuti tubuhku. Lalu lalang kendaraan di kota pendidikan itu terlihat ramai.
            “Mbak, makan dipinggir jalan saja ya. Di sini tempat nokrongku bersama temen-temen. Di sini juga nasi kucingnya enak kok mbak” ucapnya dengan hangat
            “ Iya terserah Dek, aku manut.”
            "Mbak.. Nganu aku ini loh emhh gini jadi aku...." Ucap adek sepupuku terbata-bata
 "Kenapa, Dek?" Tanyaku singkat sambil memandangnya.
"Aku grogi ada di samping Mbak” jawabnya dengan wajah memerah. Rasanya aku pingin tertawa melihat mukanya yang merah padam.
            “Ada ada aja Adek ini.” ucapku polos
            Setelah menikmati kuliner nasi kucing dan buntil khas Jogja, kami pun menuju ke jalan benteng.
            "Jadi, kamu pulang besok, Mbak?" Sambil menuntun sepeda motornya, ia memandangku dan mengajakku bicara.
                "Iya, Dek. Pagi, sekitar jam 9 pagi." Jawabku singkat.
                "Kapan kembali ke Jogjakarta?"
                "Aku enggak tahu, Dek. Yang jelas aku sangat ingin kembali kesini lagi."
                "Aku pasti akan sangat merindukanmu, Mbak." Tungkas adek sepupuku sambil melanjutkan langkahnya.
                "Aku juga, Dek . Aku mulai tahu menyiksanya rindu sejak kamu mengagetkanku dengan isi surat tadi sore. Sayangnya kita adalah saudara “ jawabku seadanya.
"Mau berjanji untuk segera kembali? Mau berjanji untuk tetap menghubungiku walau kita jauh?"
                "Secepat yang aku bisa, aku pasti kembali, Dek. Dan, saat aku kembali ke daerah istimewa ini, aku tak lagi sebagai siswi tapi sebagai mahasiswi disalah satu universitas sini. Doakan ya!"
                "Aku selalu membawa namamu dalam doa, Mbak. Bahkan sebelum kita bertemu."
                Dadaku terasa begitu sesak, rasanya aku benar-benar tak ingin meninggalkan Jogjakarta secepat itu. Aku masih ingin tinggal, untuk beberapa bulan, untuk beberapa tahun, dan kalau bisa selamanya. Aku masih ingin menginjakkan kakiku di Jogja. Aku masih ingin melihat dan memerhatikan adek sepupuku itu dengan senyum dan tawa khasnya.
            “Kenapa Mbak?” tanya nya dengan memandang wajahku
            Aku berusaha kuat untuk menahan air mataku biar tidak jatuh “Gak apa apa Dek”
          "Aku...." Ucapku pelan, tatapan kami melekat erat.
              "Yasudah. Janji sama aku, enggak pakai air mata."
              "Iya, Dek."
            "Sekarang aku harus mengantarmu pulang. Yang jelas kamu tahu kan perasaanku, Mbak? Seorang pria yang memberi bunga pada seorang wanita dengan tatapan yang berbeda, bernama cinta. Namun sayangnya kita adalah saudara.
            Aku melengkungkan senyum, dia membalas senyumanku dengan wajah yang sayu. Tatapan yang sama. Akhirnya dia pun menyadari bahwa ada batasnya rasa kasih sayang disebuah persaudaraan.


             

bermimpilah

"salah satu untuk melangkah menuju sukses adalah bermimpi . dan jangan takut bermimpi karena dari mimpi kita dapat mewujudkan kesuksesan"
Diberdayakan oleh Blogger.